Pernahkah kalian punya teman imajinasi sewaktu kecil? Saya punya.. *sapaa.. juga yang nanya?,*. Masih ingat hingga sekarang, saya berteman dengan “mereka” pada saat usia saya 4 tahun hingga TK nol kecil. Jadi ceritanya, dulu waktu kecil saya tinggal bersama Mbah Uti di Demak. Halaman depannya luas dan terdapat taman bunga yang rapi. Nah, tanaman-tanaman itulah yang jadi teman saya. Yup, mereka lah yang saya ajak ngobrol setiap hari, bahkan saya beri nama saya persatu. Ada Mbak Andeng, Bu Ulo, Mbak Lawang, entah siapa lagi, hanya itu yang saya ingat hingga sekarang. Gak tau juga dari mana saya memberikan nama-nama ke mereka. Ngasal atau memang ada sejarahnya, hhh… entah.. ingatan saya gak nyampe ke periode waktu itu. :(
Pertanyaan berikutnya, wajarkah anak kecil punya
teman imajinasi? Menurut Kidd, seorang penulis buku teman khayalan dari
Manchester University, 60% anak memiliki teman imajinasi lhoh. Umumnya anak
mempunyai teman imajinasi pada usia 3-5 tahun. Pada usia ini, antara dunia
nyata dan khayalan tidak secara tegas terpisahkan. Alhamdulillah..berarti saya
dulu termasuk anak yang “wajar” ya, walaupun tiap hari ngajak ngomong, ngasih
makan, bermain-main dengan “mereka”, hihihihihi… :-P
Sehabis pulang dari TK, setelah ganti baju dan
makan siang, saya selalu menyapa “mereka”di kebun bunga. Ingatan itu masih
sangat jelas hingga sekarang. Saya bisa marah-marah, saya bisa menangis, saya
bisa tertawa bahkan saya bisa mengadu pada Mbah Uti, Mbah Kakung, Bapak atau
Ibu ketika saya kesal dengan “mereka”. Bahkan saya pernah kejebur di sungai
depan rumah Mbah saya gara-gara saya sedang maen-maen dengan mereka. Lagi-lagi
saya tidak begitu ingat, apa memang saya sedang mengikuti “bayangan” mereka,
atau sekedar mengikuti angan-angan imajinasi saya, hhmm…. Saya tidak tahu. Yang
masih saya ingat, saya menangis berusaha menggapai-gapai pinggir sungai sambil teriak memanggil
Mbah Uti, karena saya memang tidak bisa berenang. Untung…. Saya masih diberi
selamat, kalo gak selamat gak mungkin ada tulisan ini dong ya.
Apakah ini keturunan atau memang suatu kewajaran
pada anak-anak di usianya, Qey, putri saya yang sekarang menginjak 2,5tahun,
juga punya teman imajinasi. Tapi… yang bikin saya rada-rada mengernyitkan dahi
adalah, sepertinya teman Qey itu berwujud yang tak bisa saya lihat, nah lhoh??
Mulai serem yak, hihihihi… Nanti akan
saya ceritakan di tulisan selanjutnya tentang “teman” nya Qey ini, karena butuh
pembahasan yang lebih dalam *ta’elaaahh….nggayaaa….*.
Mempunyai teman imajinasi sewaktu kecil
benar-benar membuat saya “kaya” akan kenangan yang tidak hanya saya ingat, tapi
juga buat orang-orang terdekat saya. Mulai dari Bapak, Ibu, Om-om,
pakdhe-pakdhe, para budhe, para tante, dan juga Mbah Uti dan dulu Almarhum Mbah
Kung, yang selalu menceritakan cerita itu ke orang-orang yang berkunjung ke rumah Mbah di
Demak. Ika yang dulu selalu ngecipris setiap hari dengan “mereka”.Tapi sayang.. semua taman itu sekarang sudah tidak ada. Halaman rumah Mbah Uti sudah diplester semen semua, karena cucu-cucunya yang makin meningkat jumlahnya, hehehehe.. Mbah Uti takut cucu-cucunya pada kepleset. :D
Dari tulisan-tulisan yang pernah saya baca, mempunyai teman imajinasi banyak dampak positif yang diperoleh. Contohnya teman imajinasi dapat meningkatkan ketrampilan berbahasa anak, imajinasi dan kreativitas anak berkembang, anak mulai berlatih mengeola situasi sosial, serta anak belajar secara abstrak atau simbolik. Ada dampak positif tentu ada dampak negatifnya. Yang paling kentara adalah saya mempunyai sifat yang dominan. Disebutkan, ternyata anak yang menciptakan teman imajinasinya, maka ia yang lebih punya kuasa. Karena itulah anak cenderung mengatur dan memaksakan kehendaknya. Guweh bangeett…. Ahahahahha… :D
Dari tulisan-tulisan yang pernah saya baca, mempunyai teman imajinasi banyak dampak positif yang diperoleh. Contohnya teman imajinasi dapat meningkatkan ketrampilan berbahasa anak, imajinasi dan kreativitas anak berkembang, anak mulai berlatih mengeola situasi sosial, serta anak belajar secara abstrak atau simbolik. Ada dampak positif tentu ada dampak negatifnya. Yang paling kentara adalah saya mempunyai sifat yang dominan. Disebutkan, ternyata anak yang menciptakan teman imajinasinya, maka ia yang lebih punya kuasa. Karena itulah anak cenderung mengatur dan memaksakan kehendaknya. Guweh bangeett…. Ahahahahha… :D
0 komentar:
Posting Komentar