Merantaulah Kawan








Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan

Imam Syafii
(767-820M)

 
Beneran dalem.. banget kata mutiara ini. Ini saya ambil dari buku Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Saya jadi teringat kata-kata dari seorang teman dekat
“Mbak, keluar dari zona nyaman itu emang gak gampang. Hanya bisa dilakukan oleh orang yang berjiwa optimis dan visioner”
JLEBB!! Berasa ketampar di muka.Tapi ya begitulah. Orang kalo berprinsip "wes lah... neng kene wae, wes enak ngene"1) mana punya pengalaman hidup? *No Offense ya*.

Saya iri tingkat tinggi dengan teman-teman yang hidup di perantaun, sendiri hanya dengan suami dan anak, jauh dari orangtua maupun keluarga besar. Ih, kok mereka pada berani ya? Ada yang orangtuanya di Sorong, ada yang orangtuanya di Bali. Ada juga teman yang ikut suami di Kalimantan padahal orangtuanya di Semarang. Ada teman yang menemani suami sekolah di luar negeri dengan anak-anaknya yang masih kecil. Hebbat.. orang-orang seperti itu.

Belakangan ketika saya berstatus sebagai orangtua (ibu), saya menyadari, kelak anak-anakku akan aku lepas bak burung yang terbang bebas, gak akan saya dekep ples saya gondeli. Merantaulah, carilah ilmu pengetahuan, pendapatan, penghilang kesedihan, pengagung jiwa dan persahabatan sejauh yang kau inginkan. Tsaaahh… berasa bijak bener guweh.

Sosok Bapak yang tegas
Saya sendiri termasuk orang yang merantau di Jakarta. Awalnya Bapak saya. Dulu Bapak adalah seorang guru SD di Demak, lulusan SPG. Sekian tahun menjadi guru Bapak lalu melanjutkan kuliahnya di Universitas Terbuka (UT) UPBJJ Semarang. Lulus kuliah pas ada pendaftaran dosen di UT Jakarta. Padahal Bapak masih berstatus PNS sebagai guru. Bismillah, Bapak mengundurkan diri sebagai PNS Guru. Bapak gambling. Kalo di terima PNS Dosen ya Alhamdulillah, kalo gak diterima ya jobless. Ternyata doa Bapak menghantarkan Bapak untuk ditempatkan di Jakarta terhitung dari tahun 1992.

Bapak juga menekankan pada adik-adiknya (Bapak anak pertama-red), “Keluarlah dari sarang!”, gak boleh cuman ngendon di Demak aja, ngapain! Bapak yang “menyuruh” mereka untuk berani merantau. Dua adik Bapak diterima di PT Freeport Indonesia Tembagapura, dan bekerja sampai sekarang. Dua adik Bapak lainnya lulus SD bersekolah di PM Gontor Ponorogo. Adik Bapak yang paling kecil lulus SMP mondok di Pondok Pesantren di Jogyakarta. Ke lima adik Bapak orang perantau semua. Hanya tante, adik Bapak yang paling bontot yang pada akhirnya jadi Camat di Demak (mbalik kampung maneh). Pernah tante saya bilang “Kalo bukan dorongan Bapakmu dek, kami semua gak pernah bisa sukses seperti ini”. Sukses memang tidak bisa hanya di ukur dari materi. Lebih luas dari itu, sukses menurut saya adalah pencapain ilmu dan pengalaman yang tidak dimiliki orang lain. 

Keluar dari Semarang

“Kamu harus berani”, hanya itu pesan Bapak. Maka ketika saya lulus kuliah dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, saya di haruskan “keluar” dari Semarang. Padahal saat itu saya lulus dengan predikat cumlaude *sombong dikit ah*. Kalo mau nerusin ke MM UNDIP langsung bledeng… gak pake tes pasti diterima. Tapi ya sudah, Bismillah merantaulah ke Jakarta. Disini barulah saya merasakan hidup sebagai perantau. Jauh dari keluarga besar. Jadi kalo ada acara dirumah, rasanya ada yang kurang karena gak bisa ngumpulin saudara-saudara. Kalo ada kesusahan ya di handle sendiri. Tapi lagi-lagi saya terhenyak dengan kata-kata dari Imam Syafii di atas. 
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Ya, orang-orang sesama perantau biasanya malah akan “terbentuk” sebagai saudara seperantauan. Kami jadi seperti keluarga sendiri. Di komplek banyak keluarga dari Jawa (Tengah), di kantor apalagi. Kalo udah kumpul, orang sekitar pada bengong.. aje. Kami mengekskusifkan diri dari bahasa Lu Gue ke bahsa Aku Kowe, huahahaha.. Gak pernah tuh ngomong pake bahasa Indonesia kalo udah ketemu sesama suku. Apalagi kalo sama tetangga yang lebih tua, langsung lah Kromo Inggilnya keluar.

Perantauan saya di Jakarta menghantarkan saya menjadi PNS di sini. Baru saya tau, ada hikmah dalam penegasan Bapak. Mungkin dulu kalo saya masih ngendon di Semarang, saya gak bisa keliling Indonesia menikmati dinas-dinas dari kantor. Sesuatu yang mustahil bagi saya dulu ketika saya menjadi mahasiswa untuk melihat pulau-pulau lain selain pulau Jawa. 

Pun ketika adek saya lulus dari UNDIP, lagi-lagi Bapak menegaskan harus keluar dari Semarang. Dan sekarang adik saya terdampar menjadi PNS di Garut sana, hihihi.. Tapi semua akan ada nikmatnya kelak. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

It’s not the end

Perantauan saya ternyata belum berakhir. Suami, sekarang bekerja di Bandung. Dan kami berencana untuk membangun istana rumah tangga kami disana. Bismillah.. mau jadi Urang Bandung euy.. Masa kecil di Demak, kuliah di Semarang, bekerja di Jakarta and next insyaAllah akan ber-rumah di Bandung. What a wonderfull life!! ^^

Saya bermimpi kelak bisa melampaui pulau ke benua lain. Mimpi yang mulukkah?? Tidak bagi saya. Teringat kata-kata dari Ippho Santosa “Berani bermimpi berarti percaya akan kebesaran Allah SWT”. Saya akan dorong Mas Ahsan, kalo perlu pake buldoser, supaya kelak dapat beasiswa sekolah di luar negeri. Mas Ahsan selalu bilang “Murid-murid Mas sudah melanglang lintas benua melanjutkan program masternya, kok Mas masih disini-sini aja ya?”. Ooh.. Tenang Mas.. Yakin deh, ilmu Bahasa Inggris yang Mas amalkan kepada mereka suatu saat akan mendapatkan keberkahan lain. Kita lihat saja apa rencanaNya kelak. 
 
Jika engkau tinggalkan tempat kelahiranmu, engkau akan menemui derajat yang mulia ditempat yang baru, dan engkau bagaikan emas sudah terangkat dari tempatnya. (Imam Syafi’i)


[1] Udah lah segini aja, udah pewe begini


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 coretanku. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates