Kalo teringat ingat koleksi
buku-buku saya dari saya SD sampe kuliah, rasanya bener-bener sakit…..
hatikuu..(ta’elaaah….nyanyi buw….). Semua buku-buku koleksi saya dan adek saya
hancur terkena air rob dan banjir di rumah orangtua saya di Semarang. Rumah
tersebut adalah rumah yang kami tinggali sejak saya kelas 2 SD, rumah yang
menjadi saksi dimana saya menghabiskan masa-masa kecil saya sampai saya kuliah.
Tahun 2006 rumah itu akhirnya tak berpenghuni. Bapak yang sudah sejak tahun
1992 di angkat dosen di Universitas Terbuka Jakarta akhirnya.. memboyong juga
istrinya ke Jakarta,heeee….. Sedangkan saya dan adik saya yang saat itu masih
kuliah di Universitas Diponegoro Semarang akhirnya nge-kos di daerah Pleburan.
Rumah itu tidak kosong, karena semua barang-barang masih kumplit, gak ada
satupun yang diboyong ke Jakarta. Karena memang rumah itu akan menjadi rumah transit kalo pas pulkam liburan ato
mudik ke Semarang.
Sekitar 4 tahun yang lalu
Semarang di kirimin banjir ples rob besarrrrr, semua barang keleb. Tetangga yang dipasrahi jaga rumah gak kepikiran nylametin
buku-buku, gak bisa nyalahin mereka juga sih.., karena mereka lebih mikirin
naekin kulkas, naekin mesin cuci, bongkar lemari-lemari baju buat nylametin
baju-baju yang ada di lemari bagian bawah. Setelah banjir surut, baru lah tercium aroma
busuk dus-dus buku yang basah kena air. Lemari buku pun gak luput dari bau
busuk. Lemari buku saya terbuat dari bahan serbuk kayu (baca : Olympic), gak
bisa kena air. OOOhhh……... rusaklah semuaaaaa….. L
Parahnya lagi, ketika saya akan menikah tahun 2009 silam di Semarang, rumah di renov tanpa ada Bapak disana, semua
hanya lewat komando by phone
dari Jakarta, pengawasan dipasrahkan
ke Pakde. Dus-dus buku yang (harusnya) masih bisa di pilih-pilih di angkut
semua ke gudang RT, wes…gak ada yang
kepikiran ngurusin. OOhhh…… Ikaaa…….. kenapa….. dulu waktu lulus kuliah gak
kepikiran bawain buku-buku itu ke Jakarta.
Hah…sudahlah…..yang sudah ya
sudah….(menghibur diri sendiri). Yuk ah, ngomongin tentang hobi membaca buku sajah.
Buku, bukan barang baru buat saya. Bapak saya adalah kutu buku pertama yang saya
lihat. Dirumah, seeeetiap hari kerjanya Cuma bacaaaaa thok. Koleksi buku Bapak jangan ditanya, saya juga heran apa iyaa…buku
buku itu dibaca semua oleh beliau?? Selain menjadi guru dosen, Bapak juga aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Jadi
koleksi bukunya kumplit, mulai dari politik sampe Kitab tulisan Arab gundul,
heee….. Ibu saya yang seorang guru, sering membawakan buku-buku dari perpustakaan
SD tempat Ibu mengajar. Ibu juga sering membawa Ika kecil ke sekolahan. Gampang
kalo bawa saya mah, tinggal taro di perpus, udah anteng. Setiap weekend
Bapak membawa kami ke pasar Johar Semarang, disana ada orang-orang yang
jualan majalah anak-anak bekas. Ada Bobo, Ananda, Belia, apa lagi ya…..(mikir).
Sekali beli langsung sepuluh, karena murah, heee…….. entah berapa waktu itu
harganya. Bapak selalu menekankan bahwa
anak-anaknya harus membaca, baca apa saja yang penting tiap hari harus baca. Sampe
akhirnya ketika saya kelas 4 SD, Ibu memutuskan untuk berlangganan majalah Bobo
dan majalah Aku Anak Shaleh. Ibu baru memutuskan selesai berlangganan ketika saya kelas 2 SMP, itupun majalahnya udah numpuk gak karuan. Oleh Ibu mau di loakan, tapi gak boleh sama Bapak, "buku gak boleh di buang!!". Pada akhirnya majalah-majalah itu pelan-pelan lenyap dari rumah, karena setiap sepupu-sepupu yang maen kerumah, dibawain "oleh-oleh" majalah sama Ibu, hihihihihihihihi.....
Kelas 5 SD Bapak pindah ke
Jakarta, pulang ke Semarang hanya sebulan sekali. Tapi sekali pulang pasti bawa
anak-anaknya jalan-jalan. Seringnya ke Matahari Johar Semarang. Anak-anaknya boleh minta baju, minta sepatu,
minta rok, tapiiii harus beli buku! Itu “peraturan” Bapak yang baru. Sebulan
harus baca buku minimal 2. Sejak saat itu koleksi buku saya pun dimulaaaaii……… mulai
dari beli buku-buku cerita Nabi, cerita Sahabat Nabi, cerita rakyat, buku-buku
cerita anak Alex Media Komputendo, Lupus kecil, buku-buku serial 5 sekawan
(udah kumplit), terusssss……terkoleksi. Sampe
saya SMA, mulai melirik novel-novelnya Mira W, Sidney Sheldon, Daniel……..Daniel
siapaaa…ya…lupaaa. Pokoknya setiap Bapak pulang rasanya seneng, karena di
beliin buku. Tapiii ada satu “peraturan” Bapak yang gak bisa digugat dari jaman
dulu kala, GAK BOLEH BELI KOMIK,weqeqeqeqeqeqeqeqe… Dan entah kenapa, pada
akhirnya saya GAK BISA membaca komik, aneh kan? Saya gak ngerti dari mana harus
baca, saya gak ngerti arti gambar-gambar di situ, saya gak ngerti apa jalur
ceritanya walaupun udah baca sampe tuntas. Ck..ck..ck..ck… semoga bukan
penyakit parah. By the way, kalo otak bisnis saya jalan waktu itu, koleksi buku-buku saya dan adek saya bisa
dijadikan rental kali yak, mayan kan bisa dapat tambahan uang jajan. Ikaaa…… Ikaaaa……
nyesel deh dulu gak gituu…. L
Masuk kuliah “peraturan” Bapak makin
bikin saya jingkrak-jingkrak. “Kamu boleh minta uang berapapun asal itu buat
beli buku”. Etttttdaaaaahhh makin
menggila lah saya.., eh bukan gila beneran, gila beli buku maksudnyaaa. Buku-buku kuliah Alhamdulilah bisa terbeli
dengan mudahnya, ditambah buku-buku novel . Ahhhh…… buku……. benar-benar
sahabatkuuuu…….biarin jomblo kagak kenapeh napeh, yang penting aku punya buku weeekk…. Lulus kuliah “peraturan” itu
belum berubah, dan…… puncaknya ketika saya sudah bekerja dan sekarang sudah
berumahtangga pun, Bapak masih menegakkan “peraturan” itu, huahahhahaha… Tetep…..terselip
rasa sungkan, rasa malu, rasa gak enak tiap mau minta uang buat beli buku ke
Bapak. Bapak cuman bilang “sisihkan gajimu untuk beli buku tiap bulan….kalo
butuh subsidi, misal bukunya mahal….Bapak pasti akan ngasih”. Gitu sekarang “peraturannya”,
hihihihihihihihihihi. Yaaa…sekarang mah kadang-kadang kalo pokja gak
turun-turun…uang makan gak keluar-keluar…padahal udah ngebet banget borong buku…ujung-ujungnya
minta subsidi ke Bapak, nyahahahahahahahhaha. Jangan ditiru ya kawans. Abisnya
udah jadi penyakit akut, kalo gak baca buku sebulan berasa ada yang kurang L. Masa hamil, adalah masa-masa saya haussss….akan
ilmu. Ilmu parenting, ilmu tentang mp
asi, ilmu tentang ASI, semuaaa…buku saya lahap setiap hari, termasuk mulai
berlangganan majalah Ayahbunda.
Sekarang saya sudah menjadi Ibu.
Ibu dari seorang putri bernama Qeyla yang sekarang usianya 20 bulan. Sejak hamil
setiap malam Qey saya bacakan dongeng. Waktu itu saya beli buku 365 hari bersama Nabi Muhammad SAW.
Jadi ceritanya per hari, pendek-pendek tapi penuh hikmah. Beli deh kawans. Masuk
usia setahun Qey mulai saya belikan buku-buku. Pernah saya beli sepaket buku
yang harganya bisa buat beli BB seri terbaru,heee… Tapi suami gak marah, asalkan
benar-benar di gunakan. Dan ternyata bikin ketagihan, lagi-lagi saya pesen buku
yang harganya bisa buat beli Tab seri terbaru,hihihihihihihi…. Buat saya pribadi, harga buku itu sebanding
kok dengan manfaatnya kelak. Saya masih bisa ikhlas membelanjakan uang banyak
dengan beli buku daripada beli gadget tercanggih sekalipun.
Usia balita (bawah lima tahun)
disebut-sebut sebagai the golden age,
usia keemasan seorang manusia. Dalam buku Otak Kanak-Kanak yang ditulis oleh J Madeleine Nash disebutkan, kualitas
otak anak sangat ditentukan oleh tiga tahun pertama kehidupannya. Bila Ibu
mengabaikan masa keemasan ini, sama artinya dengan membiarkan potensinya
terbuang. Ibu yang peduli tidak akan menyia-nyiakan sel-sel otak anak yang “memohon”
diberi stimulasi. Merangsang kelima panca indera merupakan cara yang disarankan
para ahli. Selalu mengajak anak berbicara, mengajaknya bermain, bernyanyi, dan
banyak hal yang bisa dilakukan oleh Ibu. Namun jangan lupakan aktivitas yang
satu ini, membacakan buku. Kegiatan ini sesungguhnya mudah dan dapat sekaligus
merangsang kelima panca indra anak. Ketika anak dibacakan buku, matanya melihat
gambar dan telinganya mendengar. Tentu saja indra penglihatan dan pendengaran
anak akan selalu terstimulasi. Misalnya saat Ibu membacakan buku tentang
buah-buahan. Ibu dapat mengambil buah yang asli dan menjelaskan ke anak,
seperti yang saya lakukan ke Qey. “Eh ini pepaya Kak…..kayak yang Kakak makan
ini kan? Hmm…manis….., Bunda boleh minta? Trimakasih..”. Membacakan buku dapat
meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosi (EQ), dan
kecerdasasan spiritual (SQ) anak. Membacakan buku akan menjadi bekal yang
berharga agar anak dapat menjadi manusia yang berkualitas di kala dewasa.
Telah banyak diketahui bahwa
kecerdasan emosi memegang peranan penting dalam keberhasilan seseorang.
Kegiatan membaca buku sambil berada di pangkuan Ayah atau Bunda membuat anak
merasa dicintai, aman dan nyaman. Buku-buku cerita tentang kelinci yang ketakutan,
beruang yang marah, sedihnya anak ayam yang kehilangan induknya, dan beragam
dongeng akan membuat anak dapat merasakan serta mengenal berbagai emosi. Di kehidupan
nyata, anak akan menghubungkannya dengan isi cerita. Mereka akan terbantu untuk
mengenali dan mengembangkan emosi dirinya. Kasus pembunuhan, kekacauan moral,
tawuran, perkosaan dan beragam kekerasan kian marak kian membuat saya tratapan. Oohh…..akankah……anak saya yang
terlahir fitri harus turut kehilangan hati nurani?
Membaca buku dapat menjadi
solusi. Secapek apapun saya tiap malam menjelang Qey tidur saya sempatkan
membaca dongeng untuknya. Mungkin hanya 10 menit setiap harinya, tapi saya
yakin kelak Qey akan cinta dengan buku. Demi kecintaannya pada buku dan masa
depan yang lebih baik, yuk ah luangkan waktu. Kesabaran dan usaha keras tak
pernah mengenal kata sia-sia.
Sekarang, kalimatnya adalah : ….”Anakku……Yukkk….baca buku…….”
0 komentar:
Posting Komentar