----Indonesia Mengajar---- Selesai
juga akhirnya membaca buku ini, puassssss….bacanya, mulai dari senyum, sedih, mbrambang, bahkan kadang tertawa. Sebuah
buku kumpulan kisah, pengalaman dan pengamatan pengajar muda yang mereka
tuliskan melalui blog di situs web Indonesia mengajar, yang kemudian dipilah dan dipublikasikan
dalam buku ini.
Ahh…betapa beruntungnya mereka.
Beneran, membaca kisah demi kisah membuat saya iri dan iri. Dulu ketika saya
kuliah di Universitas Diponegoro Semarang, saya juga sempat merasakan hidup
“terasing” walaupun hanya 6 minggu. Kuliah Kerja Nyata atau KKN saya jalani di
desa Sidomukti Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Desa yang bener-bener
ada di Gunung Ungaran. Jangan tanya suhunya berapa, yang jelas kalo malam saya
berpakaian 3 rangkap. Pertama pake baju tidur panjang, habis itu dilapisi
celana training ples jaket rajut, terakhir pake jaket KKN. Bangga dengan
almamater critanya, jadi tidur pun pake logo UNDIP, hehehehehe… Kebanggaan saya
terhadap almamater UNDIP kian buncah (halagh bahasanya) ketika tau bahwa di
antara 51 pengajar muda di Gerakan Indonesia Mengajar 3 di antaranya adalah
lulusan UNDIP, issshhhh…………..kereeenn….. J
KKN banyak menyimpan ceritaa…. Saya
bersama satu tim satu angkatan semua
fakultas kumpul jadi satu dalam satu rumah. Berdasarkan hasil rapat dengan
kepala desa, kami tinggal di rumah pak guru Rofik. Saya lupa dulu satu tim
berapa jumlahnya… ada kali ya 30an orang. Makan, kerja, tidur, bangun tidur, makan
lagi, semua dilakukan di rumah pak Rofik dan di Balai Desa. Kami dihadapkan
dengan target-target program yang harus diselesaikan dalam waktu 6 minggu. Mulai
dari pembinaan ibu-ibu PKK, bikin lapangan tenis, bikin papan nama jalan, bikin
acara pengajian satu desa, ngadain seminar guru-guru ke Kabupaten tentang
Kurikulum Berbasis Kompetensi ( waktu itu lagi hot-hotnya KBK ini, dan untungnya Bapak saya bisa jadi narasumber,
hahahaha… Alhamdulillah suksessss… J).
Lalu ada lagi program sikat gigi bersama di salah satu sekolah. Teman-teman
jurusan Fakultas Kesehatan Masyarakat yang mensosialisasikan bagaimana cara
menyikat gigi yang benar, dan di teruskan dengan sikat gigi bareng,
hadduuhh…berasa pengen muntah waktu ituuu…lihat anak-anak pada jamaah SD sikat
gigi di lapangan, hihihihihhi. Ada juga program membuat map plan. Critanya, desa Sidomukti punya asset keindahan alam yang
bagus… nah crita berikutnya desa itu mau dijadikan kawasan wisata. Kami-lah
salah satu tim yang membuat plan map nya,
yang kemudian diserahkan ke Pemda setempat. Yang bikin gambar-gambarnya tentu
anak-anak Teknik.. saya mana ngerti…. Alhamdulillah…. dikasih jempol sama Dosen
Pembimbing Lapangan dan diterima dengan baik oleh pihak Pemdanya. Dua tahun
berlalu setelah kami out dari desa
Sidomukti, Sidomukti menjelma menjadi kawasan desa wisata yang baguss… sampe-sampe
diliput Trans TV waktu itu. Ahhh…..berasa pengen teriak..”Wooii….itu dulu yang mbabat alas tuh akuuuu….”. Eh, emang
bener kok, kami masuk hutan, naek gunung, mpripit-mpripit
tebing dan jurang, buat apa cobaaa? bikin jalan bo’…… Karena akses jalan menuju
(bekas) kolam renang waktu itu udah rusak parah, dan kami-lah yang membuka
akses jalan itu. Sayang, nama kami gak tercantum disana, hehehehhehe….
Dari semua program yang kami
jalani, saya paling seneng dengan kegiatan mengajar. Mengajar anak-anak kelas
satu SD. Tim kami dibagi menjadi beberapa kelompok, satu kelompok kalo gak
salah 3-5 orang. Tidak banyak cerita memang, karena satu kelompok hanya
mengajar satu kali dalam seminggu. Itupun gak sehari full. Waktu itu kami diberi kesempatan ngajar bahasa Indonesia dan Matematika. Basic saya yang bukan dari jurusan
pendidikan membuat saya blank gak tau
musti pake cara apa ini ngajar. Mana ngerti apa itu Quantum Teaching, heee.. Saya cuman punya “bekal” ingatan saya ketika
waktu saya kecil sering ikut Ibu mengajar, kebetulan Ibu saya juga seorang guru
SD. Pembekalan tentang mengajar pun gak pernah dikasih dari kampus. Saya ingat
waktu itu kami kenalan dulu, lalu murid kami
panggil satu persatu, nyanyi bareng-bareng, tepuk tangan bareng,
ah….indahnyaa… Ada satu murid laki-laki yang nakalnyaaa..bukan main, saya lupa
namanya, emm… panggil saja Amir. Bener-bener ndableg, gak bias diem, lariii…kemana-mana. Temen-temennya lagi
pada sibuk ngerjain soal, adaaa…aja tingkah polah dia. Duduknya paling belakang
puol, hhm..pantesan…. Tapi kejadian yang paling saya ingat ketika ada salah
satu murid yang minta ijin keluar buat ke toilet, eh semua pada ikut tunjuk
tangan “saya juga bu’…mau pipis…”,
hayah jadilah semua anak-anak cewek pada pipis, teriakan saya “ Satu satu ya anak-anak…..” gak mereka
gubris. Karena saya kewalahan, saya
masukkan mereka semua ke toilet jadi satu, uyel-uyelan
lah mereka disana, hahahahhaha.. Saya bilang “udah buruan pipis”, eh beneran mereka pipis lhoh…walaupun uyel-uyelan kayak gitu, hihihihhi… Pas
lagi heboh didalam kamar mandi, terdengar ketokan-ketokan pintu dari luar,
ternyata itu suara para murid laki-laki, hadduuh…makin heboh, anak-anak
perempuan pada teriak-teriak, takut di intip. J
So far, acara mengajar kelas satu SD
benar-benar membuat kesan tersendiri bagi saya. Pertanyaan lugu mereka “Bu guru…..udah punya pacar belum?”, atau
senyum polos mereka ketika saya bilang “Ini
belum benar…..coba kerjakan lagi”, mereka hanya drenges. Wajah-wajah polos mereka, “ketakutan” mereka ketika kami
mau memanggil untuk diminta maju ke depan ngerjain soal, atau…. ya itu tadi, kehebohan
mereka, yang teriak-teriak “Buu………Agus
nakal….huaaa…..*nangis* atau “Buu…..pensilku
di ambil…”.
Pun ketika kami tidak sedang
dalam kelas. Ketika melihat kami dengan jaket KKN UNDIPnya, mereka pasti
langsung nyamperin dan minta sun tangan. Ketika kami naek motorpun ,mereka teriakin
kami, “Bu guru….pak guru…….”. Pernah waktu kami naek motor, si Amir sedang maen
layangan. Begitu lihat kami lewat, Amir langsung meninggalkan layang-layang dan
mengejar kami sambil dadah dadah. Ahhh……..sayang…saat itu kami hanya diberi
kesempatan sekali dalam seminggu thok.
Kami menangis, ya kami menangis
ketika kami harus meninggalkan desa Sidomukti. Terutama meninggalkan
wajah-wajah polos anak-anak SD itu. Salah seorang teman saya, bahkan sampe memeluk
Amir. Walaupun terkesan “nakal”, tapi
sesungguhnya mereka pintar, mereka hanya ingin bereksplorasi dengan dunia
mereka. Ohh… ternyata begini rasanya.. Ternyata begini rasanya di nantikan, “Bu…kapan kesini lagi?”. Ternyata begini
rasanya di dihargai, ketika anak-anak diberi soal mereka dengan antusias
mengacungkan jari “Saya bu…saya bu..”.
Ternyata begini rasanya diterima dilingkungan baru, ketika haru menyeruak saat
berpisah. Ternyata begini rasanya dicintai, ketika melihat kesedihan di mata mereka.
Ternyata begini rasanya mengabdi, walau
hanya setitik. I really miss that moments.
**NOTE**
Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar
berdiri pada tahun 2010. Bermula dari ide Anies Baswedan, Ph.D., gerakan ini
mengajak putra-putri terbaik di Indonesia yang terdidik, berprestasi dan
memiliki semangat juang untuk menjadi guru SD selama satu tahun di pelosok
Indonesia. Tersebar di 117 desa di 14 kabupaten mulai dari Aceh Utara, Nanggroe
Aceh Darussalam, hingga Fakfak, Papua Barat. Lima puluh satu pengajar muda ini
hadir dan membuat nuasa yang berbeda tentang Indonesia. Mereka tanggalkan
pekerjaan mapan mereka, mereka lepaskan peluang kerja bergaji tinggi. Anak-anak
muda terbaik ini memilih berangkat ke pelosok nusantara yang sebagian besar
belum terjamah listrik dan sinyal telepon seluler. Mereka mengabdi pada negeri,
di ujung negeri , menjadi guru dan tinggal bersama masyarakat biasa.
0 komentar:
Posting Komentar